Tersenyumlah !

share on facebook

Tertawa yang wajar itu laksana 'balsem' bagi kegalauan dan 'salep' bagi kesedihan. Pengaruhnya sangat kuat sekali untuk membuat jiwa bergembira dan hati berbahagia. Bahkan, karena itu Abu Darda sempat berkata, 'Sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan hatiku. Dan Rasulullah s.a.w. sendiri sesekali tertawa hingga tampak gerahamnya. Begitulah tertawanya orang-orang yang berakal dan mengerti tentang penyakit jiwa serta pengobatannya.'

Tertawa merupakan puncak kegembiraan, titik tertinggi keceriaan, dan ujung rasa suka cita. Namun, yang demikian itu adalah tertawa yang tidak berlebihan sebagaimana dikatakan dalam pepatah," Janganlah engkau banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati." Yakni, tertawalah sewajarnya saja sebagaimana dikatakan juga dalam pepatah yang berbunyi, " Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah."

Dan salah satu nikmat ALLAH yang di berikan kepada penghuni surga adalah tertawa.

" Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir."    
                                                                                                   (QS. Al-Muthaffifin: 34)

Pada dasarnya, Islam sendiri dibangun atas dasar prinsip-prinsip keseimbangan dan kemoderatan, baik dalam hal akidah, ibadah, akhlak maupun tingkah laku. Maka dari itu, Islam tak mengenal kemuraman yang menakutkan dan tertawa lepas yang tak beraturan. Akan tetapi sebaliknya, Islam senantiasa mengajarkan kesungguhan yang penuh wibawa dan ringan langkah yang terarah.

Dalam Faidhul Khathir, Akmad Amin menjelaskan demikian: " Orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi juga orang yang paling mampu berbuat dan sanggup memikul tanggung jawab, serta paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan juga paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Senyuman tak akan ada harganya bila tidak terbit dari hati yang tulus dan tabiat dasar seorang manusia. Setiap bunga tersenyum, hutan tersenyum, sungai dan laut juga tersenyum. Langit, bintang gemintang dan burung-burung, semuanya tersenyum. Dan manusia, sesuai watak dasarnya adalah makhluk yang suka tersenyum. Itu bila dalam dirinya tidak bercokol penyakit tamak, jahat dan egoisme yang selalu membuat rona wajah tampak selalu kusut dan cemberut. Adapun bila ketiga hal tersebut meliputi seseorang, niscaya ia akan menjelma sebagai manusia yang selalu mengingkari keindahan alam semesta. Artinya, orang yang selalu bermuram durja dan pekat jiwanya tak akan pernah melihat keindahan dunia ini sedikitpun. Ia juga tak akan mampu melihat hakekat atau kebenaran di karenakan kekotoran hatinya.

Ada jiwa-jiwa yang dapat membuat setiap hal terasa berat dan sengsara. Tapi, adapula jiwa-jiwa yang mampu membuat setiap hal menjadi sumber kebahagiaan. Seperti, seorang wanita yang dirumahnya selalu melihat segala sesuatu salah dimatanya. Akibatnya, sepanjang hari ia merasa dalam gelap gulita; hanya karena sebuah piring pecah, makanan keasinan karena terlalu banyak garam atau kakinya menginjak sobekan kertas di dalam kamar, ia sontak berteriak dan memaki siapa dan apa saja yang ada di rumahnya. Adapula seorang laki-laki yang acapkali membuat hidupnya terasa berat dan sengsara hanya di karenakan dirinya salah dalam memahami atau mengartikan maksud perkataan orang lain, perkara atau kesalahan sepele yang terjadi pada dirinya, keuntungan kecil yang tak berhasil di raihnya, atau di karenakan oleh sebuah keuntungan yang tidak sesuai dengan harapannya. Begitulah ia memandang dunia ini semua terasa gelap.

Hal semacam ini sangat berbahaya sebagaimana percikan api yang setiap saat siap melahap apa saja di depannya. Dan orang-orang seperti ini sangat mudah mendramatisir suatu keburukan, sebuah biji kesalahan ia besar-besarkan hingga tampak sebesar kubah. Maka dari itu, merekapun tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kebaikan.

Hidup ini adalah seni bagaimana membuat sesuatu. Dan seni harus di pelajari serta di tekuni. Maka sangatlah baik bila manusia berusaha keras dan penuh kesungguhan mau belajar tentang bagaimana menghasilkan bunga-bunga, semerbak harum wewangian, dan kecintaan di dalam hidupnya. Apalah arti hidup ini, bila hanya habis untuk mengumpulkan harta benda dan tak di manfaatkan sedikitpun untuk meningkatkan kualitas kasih sayang, cinta, keindahan dalam hidup ini?

Banyak orang yang tidak mampu melihat indahnya kehidupan ini. Mereka hanya membuka matanya untuk uang semata. Maka meskipun berjalan melewati sebuah taman yang rindang, bunga-bunga yang cantik mempesona, air jernih yang memancar deras, burung-burung yang berkicau riang, mereka sama sekali tidak tertarik dengan semua itu. Di mata dan pikirannya hanya ada uang - berapa yang masuk dan keluar hari itu saja. Padahal, kalau di pikir lebih dalam sebenarnya ia harus membuat uang itu menjadi sarana yang baik untuk membangun sebuah kehidupan yang bahagia. Tapi sayang, justru membalikkan semuanya, mereka menjual kebahagiaan hidup dengan uang. Struktur mata kita telah di ciptakan sedemikian rupa dan unik agar kita dapat melihat keindahan. Namun, ternyata kita acapkali membiasakannya hanya untuk melihat uang dan uang.

Setiap kali melihat kesulitan jiwa seseorang yang murah senyum justru akan menikmati kesulitan itu dengan memacu diri untuk mengalahkannya. Begitu ia memperlakukan suatu kesulitan, melihatnya lalu tersenyum, meyiasatinya lalu tersenyum, dan berusaha mengalahkannya lalu tersenyum.

Sungguh, kita sangat butuh pada senyuman, wajah yang selalu berseri, hati yang lapang, akhlak yang menawan, jiwa yang lembut dan pembawaan yang tidak kasar.

" Sesungguhnya ALLAH mewahyukan kepadaku agar kalian berendah hati, hingga tidak ada salah di antaramu yang berlaku jahat pada yang lain dan tidak ada seorang di antaramu yang membanggakan diri atas yang lain." (Al-Hadist)



(sumber La Tahzan/Dr. Aidh al-qarni)

No comments:

Post a Comment